Melihat beberapa
adek kelas di kampus sedang serius ngerjain skripsi, jadi inget akhir tahun
2009 lalu. Ketika aku, Ratri, Krista dan Lala bareng-bareng berjibaku demi
menyelesaikan studi 3,5 tahun dan wisuda 9 Januari 2010. Terhitung 6 bulan
sejak penerimaan transkrip semester 6, haru biru pengerjaan tugas akhir itu
ada.
Pendaftaran
skripsi di kampusku bersamaan dengan entry KRS untuk mahasiswa. Kalo tak salah
sekitar bulan September awal. Dilanjut dengan bayar biaya bimbingan, mendaftar
di fakultas, memilih dosen pembimbing dan mulai berkutat dengan judul dan
permasalahan. Dosen pembimbingku (doping) waktu itu Bu Diva Claretta.
Bu Diva ini
adalah salah satu dosen galak di jurusanku. Sebenernya bukan galak, tapi cara
bicaranya tegas dan suaranya keras. Pengennya milih Bu Umar yang sabar, tapi
beliau kelewat populer sampe terlalu banyak mahasiswa yang terdaftar sebagai
bimbingannya. Tak apa, Bu Umar dan Bu Diva juga selalu berkoalisi. Lagipula Bu
Umar ini sudah pernah jadi dopingku waktu magang.
Dan Alhamdulillah,
meski secara resmi tercatat dopingku Bu Diva, tapi Bu Umar masih perhatian aja.
Jadi kalo Bu Diva tak ada di tempat, beliau dengan suka rela menampung keluh
kesahku tentang momok bernama skripsi itu. Beliau juga aktif tanya
perkembangannya, sudah sampai bab berapa, ada kesulitankah, dan tak lupa
support yang tak habis sampe lulus.
Dan mulailah
kami berempat mengerjakan skripsi itu, merangkak meraih nilai bagus dan lulus
3,5 tahun. Tentunya tidak tanpa motivasi yang kuat untuk semua itu. Ketika beban
kuliah yang seharusnya tuntas 7 semester, tapi kami menyelesaikannya lebih
cepat setengah tahun dan dengan nilai aku bilang memuaskan, setidaknya IP masih
di atas 3. Dengan varian motivasi dari masing-masing, kami berjibaku (lebai
:D).
Skripsiku pake
metodologi penelitian kualitatif, tepatnya semiotik. Kenapa? Karena buatku itu
lebih mudah, ndak ribet sebar quesioner, ndak ribet itung-itungan. Karena aku
tak begitu kuat di hitungan dan lebih suka mengarang. Hahahahahaha...
Aku ingat
sekali, kala itu aku masih pake HP Sony Ericsson W380i, modelnya flip. Di HP SE
memang yang agak jadul gitu biasanya memang bisa majang note di homescreen-nya.
Biasanya aku menuliskan motto hidup di situ, “there’s always a way to go out.”
Namun, selama skripsi itu aku menuliskan “WISUDA 9 JANUARI 2010.” Sekedar untuk
selalu memotivasi dan mengingatkan bahwa aku punya target besar, biar ndak
males-malesan.
Alhamdulillah,
man jadda wa jadda, yang berusaha pasti akan berhasil. Dan kami menuai hasil
memuaskan setelah kurang lebih 4 bulan lamanya berkutat dengan skripsi. Tanggal
17 Desember 2009, kami berempat bersama puluhan teman lain dinyatakan lulus.
Puji syukur J
Sebenarnya,
skripsi itu tak terlalu sulit. Hanya butuh niat untuk bisa menyelesaikannya.
Yang bikin sulit adalah karena pola pikir kita sendiri. Kadang kita hanya ragu
melangkah, padahal sebenarnya kita sudah tahu apa yang harus kita lakukan
dengan skripsi itu. Kadang kita hanya merasa tak mengerti harus apa, merasa tak
paham dengan materinya, padahal paling tidak sudah 3 tahun kita menekuni materi
serupa.
Ketika
mengerjakan pun, kadang kita bingung memikirkan ketika nantinya yang kita bahas
akan
dipertanyakan banyak pihak, terutama ketika ujian. Pertanyaan dari dosen
penguji kadang sangat mengganggu pikiran, bikin galau walau hanya
memikirkannya. Apalagi kalo dapet cerita dari senior yang bilang dosen ini kalo
tanya detail, dosen ini pertanyaannya sering kali mojokin sampe kita ndak bisa
jawab, dosen itu sukanya cari-cari celah yang bisa menjatuhkan kita.
Hash! Bukan begitu,
sama sekali bukan. Dosen mana yang tak ingin mahasiswanya lulus? Justru mereka
begitu agar kita lulus. Sekalipun dosen itu pernah mendendam sama kita
(mungkin) dia pasti juga penge kita lulus. Setidaknya dia pengen kita
cepet-cepet hengkang dari kampus biar ndak bikin ulah lagi. Hahahahahaha....
Aku masih sangat
ingat, ketika hari ujian skripsi tiba, kami berempat berusaha saling
menguatkan. Aku lupa dari mana asalnya, waktu itu kami semua mendoktrin diri
dengan berpikir bahwa “Ini bukan ujian, ini hanya diskusi atau konsultasi
antara mahasiswa dengan dosennya tentang materi skripsi.”
Yupz! Memang
begitulah, setidaknya anggap saja begitu. Aku tak munafik, bahwa ketika namaku
dipanggil seluruh badan rasanya gemetar, tangan dingin tak karuan, apalagi waktu
harus duduk di tengah ruangan yang hanya berisi 3 orang dosen dengan wajah yang
bagiku menyeramkan waktu itu. Tapi aku selalu mencoba rileks, dengan tersenyum,
dengan berani memandang mata mereka satu per satu. Dan ternyata, mereka ndak
serem-serem amat koq, masih serem si amat. Wkwkwkwkwkwk...
Dan ujian itu
hanyalah diskusi. Skripsi yang di depan kita, yang juga dipegang oleh para
dosen penguji, adalah bikinan kita. Kita yang tahu inti dan detail permasalahan
di dalamnya. Setiap kata yang tercetak di sana berasal dari pemikiran kita.
Meski tak kita hafal tiap katanya, paling tidak kita mengerti apa yang kita
tuliskan di dalamnya.
Dosen-dosen
penguji itu justru tak tahu tentang isi skripsi kita. Mereka justru bertanya,
tentang latar belakang masalah, alasan, tujuan, metode yang kita pakai, hingga
hasil dan kesimpulan yang kita dapatkan. Dan ketika mereka melihat beberapa
bagian yang kurang, mereka akan menambalnya hingga menjadi lebih baik.
Mereka bukan
ingin menghakimi, bukan juga ingin menyudutkan. Jadi, ketika memang ada bagian
yang kurang ya diiyakan saja. Ketika ada begian yang belom mereka mengerti,
jelaskan hingga mereka mengerti maksudnya. Dan beberapa bagian yang kurang itu
tak akan menguras nilai kita. Nilai itu akan jatuh ketika kita tak tahu, tak
mengerti dan tak bisa menjelaskan isi tumpukan kertas berjudul skripsi itu.
Dan postingan ini semata-mata untuk mengenang dan berbagi saja, kawan :)