Pagi ini aku berkutat dengan weton. Wkwkwkwkwkwkwkwkwkwk....
Suatu hal yang sangat tidak biasa sebenarnya, karena selama ini aku tak
pernah ambil pusing masalah begini. Yup! Tentu bukan tanpa sebab karena
tiba-tiba aku terpikir untuk mencari weton dkk dalam primbon jawa.
Asal muasalnya adalah kunjungan ke rumah eyangku beberapa hari yang lalu. Ada
yang berbeda dari kunjungan kami kemarin, yaitu adanya dia. Dan ini adalah
pertama kalinya kami datang bersama seorang yang belom jadi anggota keluarga
kami secara resmi. Tak ada rencana sebelumnya, tapi Alhamdulillah tak ada
masalah apa-apa.
Sempat ada sedikit pembicaraan dengan eyang kemarin. Beliau tanya, “Ini
nomor lima kan?” Maksudnya si dia ini bener anak nomor lima kan. Kujawab “Iya,
ragil” (bungsu). Eyang bilang “Ya wes, sing penting dudu’ siji-telu utowo
mbarep telu” (yang penting bukan satu-tiga atau sulung tiga).
Ya! Dalam mitos orang jawa, anak pertama tidak boleh menikah dengan anak
ketiga (satu-tiga). Tak boleh juga kalo ada tiga pihak yang semuanya sulung
(mbarep telu). Misalnya saja aku sulung, pasanganku sulung, ibu pasanganku
sulung. Nggak baik kata mereka.
Waktu kutanya, memangnya kenapa kalo terjadi begitu. Secara orang jawa
kuno, eyang juga tak bisa menjelaskan kenapa bisa begitu, memang begitu warisan
dari tetuanya. Orang jawa itu titen, entah apa bahasa indonesianya, tapi
mudahnya orang jawa itu pinter menyimpulkan dari apa yang terjadi
berulang-ulang.
Eyang kemarin mencontohkan, ada seorang kerabat yang nekad menikah meski
mereka anak pertama dan pasangannya anak ketiga. Selang beberapa tahun menikah,
salah satunya meninggal. Ada juga - ini terjadi pada keluarga dekatku - ada
tiga pihak yang sulung. Belum ada yang meninggal, bahkan anak pertamanya sudah
kuliah tahun ketiga sekarang, dan rumah tangga mereka baik-baik saja. Namun,
ada kedua pasangan ini mengalami tuna rungu dan otomatis juga jadi tuna wicara.
Hal semacam ini mungkin saja ada penjelasan ilmiahnya. Sempat kucari,
tapi belum ketemu. Dulu, waktu SMA aku pernah menanyakan hal ini pada seorang
guru biologi, kebetulan waktu itu kita sedang membahas tentang genetika. Waktu itu
yang dibahas adalah sulung tiga.
Kalian yang waktu SMA ambil
jurusan IPA mungkin masih ingat tentang bagaimana anak yang dihasilkan oleh
seorang bergolongan darah A dan AB, misalnya. Yup! Si anak mungkin akan
bergolongan darah A, B, atau AB. Dan gen yang dipunyai si sulung yang ketemu
sama sulung dari sulung (nggak bingung kan? :D) itu bukan faktor yang bisa
menyebabkan kecacatan pada keturunannya.
Jadi, dari tinjauan biologi,
mitos itu tak ada penjelasannya.
Mungkin adat dan tradisi orang
jawa memang begitu. Ya karena itu tadi, orang jawa kuno itu “titen” dan mereka
percaya itu. Mereka hanya tak ingin hal yang buruk itu terjadi pada orang yang
mereka kasihi. Bukan hanya soal anak ke berapa yang akan menikah, tapi juga
soal tanggal lahir dan wetonnya. Di beberapa daerah bahkan ada yang menyangkut
tempat lahir atau rumah tempat tinggal.
Pengalaman seorang teman yang
baru merid November 2011 kemarin. Weton mereka dihitung untuk mencari “tanggal
baik” untuk hari pernikahan mereka. Dan akhirnya ditemukan dua tanggal, minggu
pertama November 2011 itu atau 1,5 tahun lagi. Mau nggak mau mereka harus
nurut, dan akhirnya milih November 2011 daripada harus nunggu 1,5 tahun lagi.
Perhitungan weton dan pencarian
tanggal baik ini sebenernya nggak ada dalam ajaran Islam. Karena dalam Islam, hukum
menikah itu bisa sunnah atau wajib. Untuk yang sudah mampu tentu jadi wajib dan
sebenarnya tak perlu menunggu “tanggal baik” tapi buat orang jawa biasanya akan
terbentur oleh adat nenek moyang.
Saranku, untuk kalian yang sudah “mampu”
untuk menikah, segerakan! Diskusikan dengan orang tua atau yang dituakan, dan
carilah “tanggal baik” terdekat agar yang wajib itu bisa segera terpenuhi J
Oiya, sedikit berbagi tentang
beberapa sumber yang kubaca saat aku berkutat mencari tahu tentang weton ini. Ketika
akan menikah, weton pasangan akan dihitung, bisa dibilang untuk mengetahui
apakah pasangan ini cocok atau nggak, kalo menikah akan bahagia atau celaka,
dll. Pasangan yang hitungan wetonnya menemu angka yang kurang bersahabat,
jangan dulu berkecil hati atau melakukan tindakan ekstim, yaitu putus. Hehehehe…
Pencarian tanggal baik adalah
solusinya. Menurut beberapa sumber yang kubaca, itu bukan harga mati, tapi bisa
ditawar dengan hitungan tanggal yang bisa dipercaya bisa mengurangi keburukan
jika sepasang itu tetap bersama.
Beda dengan urutan anak dalam
keluarga yang bisa dibilang sudah jadi harga mati. Karena tak mungkin yang
semua anak pertama tiba-tiba saja jadi anak kedua, ketiga dan seterusnya. Namun,
sekali lagi, ini adalah kepercayaan orang jawa yang nggak ada dalam kitab suci
umat Islam. Lagipula kalo memang kamu yang anak ketiga bergaris jodoh dengan
anak pertama, mau apa lagi?
Yang jelas, Allah will always
show the way J
1 komentar:
tapi ingatlah kawan islam adalah tamu ditanah jawa ini.orang bertamu seharusnya tamulah yang mengikuti aturan tuan rumah bkan tuan rumah yang mengikuti aturan tamu..tanah jawa dan adat jawa sudah berdiri sebelum islam datang kawan.bkannya aku membela jawa tapi sepatutnya kita menghargai tuan rumah......ok sob
Posting Komentar