Beberapa hari yang lalu, seorang teman mengirimkan SMS yang
sangat singkat. Sayangnya, waktu itu aku tidak bisa langsung membalas karena
aku baru membuka pesan itu keesokan harinya. Dan kuputuskan untuk tidak
menjawab SMS itu, karena rasa-rasanya aku perlu berpikir lebih lama untuk bisa
memberikan jawaban terbaik.
SMS singkat itu berisi pertanyaan “kamu bahagia?”
Pertanyaan itu mengingatkanku pada diskusi bersama seorang
teman yang lain. Ya, tentang bahagia. Apa itu bahagia? Dari mana asalnya
bahagia? Bagaimana seorang bisa bahagia?
Teman diskusiku ini bisa dibilang seorang yang open minded,
meski kadang dia seorang dengan jalan pemikiran yang agak aneh. Tapi, untuk
urusan bahagia ini, kami punya satu titik temu.
Diskusi yang tak terlalu panjang ini sampai pada satu
kesimpulan, bahwa bahagia adalah perasaan senang yang muncul ketika kita “mau”
berdamai. Berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan keadaan, berdamai
dengan segala hal tak menyenangkan.
Bahagia adalah keputusan yang datang dari dalam diri. Dalam
kondisi tak menyenangkan, seorang bisa saja marah, mencaci, bahkan mengutuk.
Reaksi spontan dan wajar yang muncul pada diri seseorang yang berada dalam
situasi tak menyenangkan. Namun, ada juga seorang yang legowo, calm down dan
move on ketika dihadapkan pada kondisi yang sama. Seorang ini tentu telah memiliki kemampuan mengendalikan diri yang luar biasa, dan itu bisa dilatih.
Bahagia adalah doktrin terhadap diri kita sendiri, that i am
happy.
Bagaimana cara agar bahagia? Semestinya diri sendiri adalah
yang paling mengerti bagaimana cara untuk bisa bahagia. Karena asal muasal
bahagia itu ada dalam diri kita sendiri. Ketika seorang telah memutuskan untuk
berdamai dengan keadaan, menerima dan bersyukur, semestinya dia telah menemukan
jalan untuk bahagia.
Dan saat ini aku bahagia. Aku bersyukur dengan semua proses
yang sudah kulalui. Masih terbayang jelas di ingatanku hari-hari yang terlewati
dengan keputusan yang salah. Terlalu larut dalam perasaan kecewa, lupa
bagaimana caranya bersyukur, tak tau sisi hati sebelah mana yang masih bisa
kupakai untuk menerima keadaan dengan ikhlas.
Allah tak pernah meninggalkan umat-Nya. Suka dan lara itu
datang dari-Nya. Hanya untuk menunjukkan betapa Dia menyayangi kita. Untuk
membuat kita menjadi manusia yang lebih kuat. Seharusnya kita tak perlu ragu
pada apa yang telah digariskan-Nya untuk kita, karena pasti, Dia telah
menyiapkan yang terbaik untuk kita. Jauh lebih baik dari yang kita pikirkan
atau harapkan.
Sering kali kita tak menyadari, bahwa kita telah sampai di
titik balik. Saat kita bisa mengambil keputusan untuk bahagia.
Kau tau? Allah menunjukkan jalan yang sangat sederhana agar
aku mau mengubah cara berpikir dan mengubah keputusanku. Dia juga telah
mengirimkan seorang yang sangat sederhana dan tak sempurna agar aku benar-benar
ikhlas menjalani keputusanku untuk bahagia. Dia memberikan apa yang aku
butuhkan, yang terbaik meski tak sempurna.
Banyak hal tak terbayang sebelumnya. Ketika aku bertemu
gadis kecil yang tak diinginkan ibunya itu, misalnya. Ah, betapa aku masih
sangat beruntung karena memiliki orang tua yang utuh dan menyayangiku,
menerimaku apa adanya.
Sering kali kita lalai mensyukuri hal-hal kecil di sekitar kita, hanya karena kita telah terbiasa dengan hal-hal tersebut. Sering kali kita sulit menerima dan berdamai dengan keadaan dan lupa ada banyak orang yang tak seberuntung kita.
Sering kali kita lalai mensyukuri hal-hal kecil di sekitar kita, hanya karena kita telah terbiasa dengan hal-hal tersebut. Sering kali kita sulit menerima dan berdamai dengan keadaan dan lupa ada banyak orang yang tak seberuntung kita.
Dan bagiku, aku tak lagi punya alasan untuk tak bahagia.
Kamu?