Ada kalanya urusan hati
dan pikiran itu berpengaruh pada berat badan. Itu status FB yang kutulis
beberapa hari yang lalu, hari pertama pulang ke rumah. Yup, timbangan badan
adalah yang pertama kali kutuju saat baru masuk ke dalam rumah (maklum di koz
nggak ada timbangan). Dan betapa shock-nya aku demi melihat angka di timbangan
itu. Aku benar-benar mencapai berat badan maksimal.
Cuma 2 bulan, berat
badanku naik 3 kg. Padahal biasanya butuh waktu berbulan-bulan hanya untuk naik
1-2 kg. Dan yang lebih parah angka berat badan itu mencapai batas maksimal, ini
adalah pertama kalinya berat badanku sampai di angka itu. Bukan, aku bukan
cewek yang pusing sama berat badan. Hanya saja ini bener-bener amazing.
Aku masih inget, akhir
tahun lalu, bulan Desember lalu aku baru saja kena serangan lambung. Gara-gara
galau tiada tara, aku tak doyan makan, badan kurus kering, muntah setiap kali
makan, sampai-sampai kena infeksi lambung. Setelah itu, meski tiap pagi harus
bangun dengan perut tak enak, berat badanku mulai kembali ke asal. Angka stabil.
Mungkin memang urusan
hati dan pikiran itu berpengaruh pada berat badan, apalagi buat perempuan. Setidaknya
itu berlaku buatku dan beberapa orang teman perempuan. Mungkin karena pada
dasarnya perempuan memang makhluk pemikir, over sensitive, tak terlalu lihai
mengendalikan perasaan dengan pikiran yang lebih logis. Bisa jadi karena
perempuan punya rahim, makhluk penyayang. J
Ada banyak pelajaran yang
aku ambil, selain bahwa urusan hati mempengaruhi berat badan. Hehehehehe…
Ketika dirundung masalah, diterpa suatu hal yang menyakiti hati dan mengusik pikiran, atau bahasa ABG sekarang “galau” seorang cenderung lupa segalanya. Yang ada di pikirannya adalah masalah itu, dan kadang kita berkutat mencari di mana jalan keluarnya. Kadang, saat seperti itu kita bahkan lupa caranya bahagia.
Ketika dirundung masalah, diterpa suatu hal yang menyakiti hati dan mengusik pikiran, atau bahasa ABG sekarang “galau” seorang cenderung lupa segalanya. Yang ada di pikirannya adalah masalah itu, dan kadang kita berkutat mencari di mana jalan keluarnya. Kadang, saat seperti itu kita bahkan lupa caranya bahagia.
Wajar memang, ketika hati
tak nyaman, pikiran tak tenang, rasanya semua sel dalam tubuh melemah. Tak ingin
melakukan apa-apa, tak ingin memikirkan apa-apa selain persoalan yang ada. Banyak
berharap, banyak kecewa. Kadang, kita bahkan memilih untuk terlelap, karena
hanya dengan cara itu hati tak merasakan apa-apa dan otak tak memikirkan
apa-apa. Berharap ketika bangun, akan ada titik terang, tapi itu tak pernah
terjadi. Segalanya tetap sama. Hati tetap tak nyaman. Pikiran tetap tak tenang.
Dan masalah masih merundung.
Allah mengingatkanku
dengan infeksi lambung. Menamparku dengan kenyataan yang memupuskan harapan. Hingga
akhirnya membuatku benar-benar berpikir bahwa Allah memiliki rencana yang indah
di balik semua masalah itu. Then, I give it back to Allah.
Iya, aku harus melukai
lambungku dulu untuk sampai pada kesadaran itu. Aku harus menahan sakit perut
setiap pagi dalam proses penyembuhannya. Aku harus rela siklus periodikku
berantakan karena beban pikiran yang mempengaruhi stabilitas hormonal. Dan aku
harus menguras tabungan untuk obat-obat yang harus kutebus.
Sebuah titik balik yang sama sekali di luar dugaan. Ketika aku berdamai dengan diriku sendiri, kembali merasa nyaman dengan diriku sendiri. Aku kembali tertatih belajar bersyukur seperti bayi yang baru belajar berjalan. Tabir demi tabir terbuka, hingga mataku benar-benar bisa melihat dan aku bisa menentukan sikap.
Titik balik yang sederhana
itu menuntunku untuk kembali berani merangkai mimpi. Dan tanpa kusadari ada
banyak hal yang sudah aku tinggalkan demi memenuhi ego galau itu. Bersyukur,
tersenyum, tertawa, bahagia.
Yang terpenting, saat “galau”
itu kita sering kali lupa bahwa hidup ini bukan sepenuhnya milik kita. Dialah yang
sebenar-benarnya memiliki hidup kita. Dia pula yang telah menggariskan segala
sesuatu tentang kita, jalan hidup kita. Dan sering kali, kita tak menyadari
bahwa Dialah yang paling mengerti yang terbaik untuk kita. Dia selalu
memberikan yang terbaik, menyediakan akhir paling indah dan sempurna, meski
kadang kita harus menempuh jalan berputar untuk mencapainya.
Give it back to Allah.
Kita hanya harus berusaha
semaksimal mungkin dan berdoa sebanyak mungkin. Dia tak akan pernah
meninggalkan kita dan akan selalu memberikan yang terbaik.
Dan inilah hasilnya. Ibuku
bilang aku sudah benar-benar menemukan apa yang aku cari. Dan bahagia ini
adalah ujian dari-Nya. Hati yang tentram ini, yang sudah membuat berat badanku
naik tak karuan, adalah harga yang aku dapat dari usahaku untuk bahagia. Aku tak
tahu apa yang akan terjadi di depan. Apa ketentraman hati ini benar takdirku
atau hanya rangkaian jalan berputar yang harus kutempuh. Apa keberanian untuk
merangkai mimpi masa depan ini akan terbayar nyata.
Yang pasti aku akan tetap
berusaha untuk bahagia. Aku akan berusaha mengunci hal-hal tidak menyenangkan
yang ada dengan bersyukur, berpikir bahwa inilah yang terbaik yang terberi
dari-Nya. Aku hanya akan mengusahakan yang terbaik dan berdoa untuk yang
terbaik. Endingnya, itu sudah jadi urusan Allah.