30.10.12

Ketika Tanya Itu Menemu Jawab

Kita semua pasti pernah mengalaminya. Saat sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi, kita akan bertanya, “kenapa aku harus mengalami hal ini?” Saat kenyataan tak sejalan dengan apa yang kita harapkan, kita akan bertanya, “kenapa ini yang terjadi padaku?”

Bertanya dan bertanya. Tanpa kita sadari itulah yang sering kali kita lakukan, terutama ketika ada hal-hal buruk, yang tak menyenangkan, yang mengusik ketenangan.

Banyak orang sering kali menyerahkan semua pada waktu. Berharap waktu akan bisa menjawab semua pertanyaan mereka tentang hidup. Menunggu dan menunggu, hingga jawab itu muncul di depan mata. Mereka yang bernasib baik akan bisa menyadarinya dengan segera, yang tidak harus menunggu entah sampai kapan.

Tahukah kalian, kawan? Nasib baik itu bisa dicari, bisa diusahakan. Jika sudah menyebut usaha, tentu ada daya yang harus dikeluarkan demi menghadapi setiap halangan yang ada dalam pencapaian tujuan. Ada yang melaluinya dengan perenungan panjang, ada juga yang meminta nasehat pada orang yang dianggapnya lebih mengerti. Ada yang berhasil, ada yang gagal.

Yang jelas, pertanyaan demi pertanyaan itu akan terjawab satu per satu. Seperti doa yang senantiasa kita haturkan pada Sang Pemilik Hidup. Ada yang jawabannya sesuai dan segera, ada yang ditunda, ada yang berbeda. Yang terakhir ini, yakinlah Dia punya rencana yang lebih indah. Dan cara paling mujarab adalah dengan bersyukur, sebaik dan seburuk apapun hal yang kita terima dan hadapi.

Bersyukur pada apapun yang telah Dia berikan. Segala kesedihan, semua rasa kesal dan sesal, seluruh hal-hal buruk yang pernah terjadi seolah luruh tak membekas. Ketika syukur itu berhasil dipanjatkan, ketika tanya itu terjawab satu demi satu dengan kesyukuran setulusnya.

Semoga kesyukuran ini selalu ada dan terjaga dalam diri kita. Aamiin Ya Allah..

“Sebaik-baiknya rencana manusia, rencana Tuhan untuk manusia adalah yang terbaik dan sempurna.”


Tentang Cinta

Tentang debar bahagia yang menggetarkan hati, seperti aliran listrik yang menyatu dengan jalan darah, mengaliri setiap inchi tubuh kita. Tentang rona merah di kedua pipi dan mata berbinar penuh harap. Tentang pesona yang seolah menisbikan alasan untuk berhenti mengaguminya. Tentang harap-harap cemas saat menantikan kehadirannya di sisi, berharap bisa selalu melewati setiap waktu bersama-sama.

Tentang rindu yang seakan tak pernah habis dimakan waktu. Tentang mimpi-mimpi indah yang terajut dalam bingkai penuh harap akan bisa mewujudkannya bersama suatu saat nanti.

Dialah cinta, dialah kasih, dialah sayang. Dialah yang memberikan keluasan hati untuk saling memberi dan menerima. Dialah yang menciptakan keluasan pikiran untuk selalu berbaik sangka. Dialah yang mengajarkan untuk selalu ikhlas dan sabar dalam menghadapi hal-hal buruk.

Dialah yang mengingatkan ketika jalan kita mulai tak terarah. Dialah yang selalu dan senantiasa berusaha mendampingi, yang tak pernah meninggalkan di saat sedih dan bahagia. Dialah yang selalu ingin menjaga dan menyembuhkan luka serta duka. Dialah yang menguatkan di saat lemah dan terjatuh.

Dialah cinta, dialah kasih, dialah sayang. Dialah kemauan untuk saling mendengarkan dan memahami, saling memberi dan menerima, saling mengingatkan dan menjaga. Dialah tekad untuk saling setia, saling menghormati, saling mendukung, dan saling mengasihi. Cinta adalah saling, yang tanpanya cinta akan menjadi pincang.

Dialah cinta, dialah kasih, dialah sayang. Dialah anugerah terindah yang Tuhan berikan untuk kita. Dialah kamu. Kamulah cinta, kamulah kasih, kamulah sayang.

Kamulah mata air bahagiaku. Kamulah pelita dalam gelapku. Kamulah rumah tempatku akan selalu pulang. Kamulah mimpiku. Kamulah masa depan dunia dan akhiratku. Kamulah jawaban terbaik yang Tuhan berikan untukku.

“Ketika segala sesuatu yang kubutuhkan telah kudapatkan  darimu, aku tak lagi punya alasan untuk mencarinya dalam diri orang lain.”


Bahagia dalam Bingkai Sederhana

Dan semua ini akan terasa sempurna karena bersyukur. Tak perlu menuntut sesuatu yang mewah, tak harus mengukur bahagia dari materi, tak perlu meminta untuk mendapati, tapi niat, usaha dan apa yang telah diberikan dalam bingkai kesederhanaan sudah lebih dari cukup untuk bahagia.

Karena yang terpenting adalah menerima kelemahan, kekurangan, dan kelebihannya. Karena kita tak perlu sibuk mencari yang sempurna, ketika hal yang sederhana mampu membahagiakan kita.

”Semoga bahagia akan selalu menyertai setiap langkah hidup yang kami tapaki, di setiap syukur yang terberi. Aamiin Ya Rabb..”

(David dan Dian)


** tulisan yang dilampirkan dalam undangan ngunduh mantu **


2.10.12

Tentang Kesetiaan

Kesetiaan adalah penghargaan tertinggi untuk cinta.

Itu adalah status bbm seorang teman beberapa waktu yang lalu. Ku-chat dia, kuberi jempol. Aku setuju dengan pernyataan itu, absolutely. Seorang yang lain bilang, dasar kesetiaan adalah cinta. Pernyataan ini, aku juga sepakat.

Bagiku, menjadi setia itu adalah pilihan, keputusan, pegangan, prinsip.

Sebagai makhluk dengan tingkat keinginan yang tinggi, yang seolah tak pernah puas dengan apa yang dimilikinya, rasa-rasanya menjadi benar-benar setia itu akan sulit. Sering kali rumput tetangga terlihat lebih hijau dari rumput di halaman kita sendiri. Sering kali, gesekan-gesekan yang ada menumbuhkan rasa tak nyaman dan keinginan untuk lari.

Ya, keinginan untuk lari. Naluri manusia yang mendasar, ketika ada masalah yang terasa berat, dia akan selalu berpikir untuk lebih baik mundur saja. Yang mampu melawan rasa takut akan tersadar bahwa langkah itu salah lalu memilih menghadapi rasa takut, maju dan berusaha mencari jalan keluar terbaik untuk masalahnya. Yang tak berani melawan, akan tetap mengambil langkah mundur, lari dari masalah.

Kesetiaan itu berdasar atas cinta dan dia adalah bentuk penghargaan tertinggi untuk cinta. Ya, seorang yang benar-benar mencintai tak akan berpikir untuk pindah ke lain hati, dan kesetiaan adalah hal terbaik yang bisa diberikannya untuk pasangan.

Bagi seseorang, setia adalah ketika pasangannya selalu ada di sisinya, baik dalam keadaan susah atau senang. Ketika dia selalu bersyukur atas pemberiannya, sederhana atau mewah. Ketika dia tetap bersamanya, baik ketika dia membawa mobil atau hanya sepeda pancal. Ketika dia tetap mendampingi saat dia bisa memberikan penghidupan di gubuk atau di istana.

Bagi seseorang yang lain, setia adalah ketika pasangannya tak berpaling pada seorang yang lain. Ketika dia bisa menjaga diri dan kehormatannya saat mereka berjauhan. Ketika dia tetap memilih untuk menerima segala kekurangannya.

Bagi seseorang yang lain lagi, setia adalah ketika pasangan tidak mengumbar rayuan pada orang lain. Ketika dia hanya merindukan pasangannya. Ketika dia tak perlu menyembunyikan apapun dari pasangannya dengan alasan menjaga perasaan.

Cinta bisa terus ada karena penjagaan. Setia bisa terus ada karena penjagaan. Tanpanya, dua kata itu hanya omong kosong, nisbi.

Penjagaan itu datang dari dua belah pihak. Karena memang pada dasarnya cinta itu adalah saat ada kata saling di dalamnya, take and give, give and take. Itu lumrah, wajar, manusiawi.

Kesetiaan menjadi isu hangat yang tak pernah surut ‘rating’nya dari obrolan, di manapun, kapanpun, dengan siapapun. Karena banyak kasus perselingkuhan, yang marak diberitakan di televisi, di kalangan teman-teman, bahkan mungkin keluarga kita sendiri.

Bagiku pengkhianatan atas kesetiaan itu adalah kejahatan, dia ada bukan hanya karena ada niat, tapi juga karena ada kesempatan *jadi kayak bang napi. Hahahahaha...*

Rasa-rasanya tak ada orang yang tak ingin punya pasangan yang setia. Hanya saja, sering kali seorang tak tahu bagaimana harus ‘menjaga’ agar pasangan kita tetap memilih untuk setia. Ya, sering kali kita tak tahu bagaimana membuatnya selalu merasa nyaman hingga tak terlintas di pikirannya untuk mencari tempat lain yang lebih nyaman.

Dan sering kali kita tak tahu bagaimana caranya untuk tetap setia pada satu hati, sedangkan rasa tak nyaman sudah sering menghampiri. Sering kali juga kita tak tahu bagaimana membuat diri kita nyaman di sisinya, menerima kekurangannya, membuka toleransi selebar-lebarnya dan berusaha untuk tidak mencari tempat nyaman lainnya.

Aku membenci perselingkuhan, meski kuakui aku pernah ‘jatuh cinta’ pada seorang yang lain saat sedang menjalin hubungan dengan seseorang. Aku membenci diriku saat itu, sangat benci. Karena aku tak mampu menjaga, karena aku lalai. Aku tak tahu apa aku memang sudah berselingkuh, tapi kuakui aku telah jatuh cinta. Aku menemukan kenyamanan pada seorang yang juga telah memiliki pasangan. Dan iya, aku benar-benar membenci diriku saat itu.

Rasa itu salah, pengkhianatan atas kesetiaan itu salah, apapun alasannya. Meski kusadari itu terjadi karena aku tak merasakan adanya penjagaan, mustinya bukan itu jalan keluar yang kupilih untuk mencari kenyamanan hati. Dan sebuah ‘tamparan’ yang sangat keras menyadarkanku. Cukup terjadi sekali dalam hidupku, tak akan kuulangi.

Aku berdamai, memaafkan diriku sendiri, dan menganggap kesalahan besarku saat itu sebagai pelajaran dan proses hidup yang memang harus kurasakan dan kujalani. Dan setelah bebas dari semua rasa bersalah, aku memulai segalanya dari nol.

Dan memang, dasar kesetiaan itu adalah cinta. Karena saat kamu sudah berpikir mencari tempat lain, saat kamu sudah tak lagi merasakan kenyamanan saat bersamanya, atau bahkan saat kamu bisa jatuh cinta pada orang lain, saat itulah rasa cintamu padanya telah terkikis, bahkan mungkin sudah habis. Dan bagiku itu artinya kamu sudah tak menginginkannya lagi.

Menjadi setia itu pilihan, keputusan, pegangan, prinsip. Mustinya ada dan melekat pada hati yang mencinta dan dicinta. Mustinya tak ada tawar-menawar untuk itu. Mustinya itu jadi komitmen, mengandung konsekuensi.

Dan sebenernya ini bukan melulu soal cinta pada pasangan, tapi juga pada sahabat, pada pekerjaan dan semua aspek kehidupan yang berkaitan dengan loyalitas. :)


#postingan berat... hahahahahaaaa..... :p

source : http://sisbbclub.wordpress.com

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Templates