19.9.11

Galau #2


Hari ini tanggal 19 September. Biasanya aku akan terjaga semalaman, menunggu jarum panjang jam melewati angka 12 hingga menggeser jarum pendeknya tepat berada di 12. Menanti datangnya 19 September dengan sabar dan saat waktunya tiba, aku akan menelfonnya. Penuh harap menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun untuknya.

Namun, tiga tahun belakangan aku hanya mengirimkan pesan, SMS. Dan hari ini, aku tak tahu harus apa. Haruskah seperti tahun-tahun lalu? Atau tak usah berucap apa-apa, berpura tak tahu? Tiga tahun lalu, dia membalas SMS-ku dengan telfon, dua tahun terakhir dia hanya membalas, “Iya, terimakasih.” Jawaban yang mungkin akan kudapatkan juga hari ini.

Mataku memanas. Aku tak tidur semalaman. Kubuang pandangku ke luar jendela, berharap menemu sejuk embun di ujung dedaunan. Tak ada, surya telah menguapkannya ke langit. Hanya seorang pedagang sayur yang terlihat sedang dikerubuti ibu-ibu. Terdengar beberapa orang menawar harga.

Aku jadi berpikir, andai rasa ini bisa kutawar. Sayangnya tidak, aku hanya harus menerima. Penerimaan yang berat. Penerimaan yang membutuhkan berjuta daya.

Tiba-tiba terpikir untuk membuatkannya kue. Entahlah, kekuatan apa yang menuntunku hingga aku benar-benar melakukannya. Seharian berkutat di dapur, tak peduli dengan kewajiban ngantor. Hanya berpikir menyelesaikan kue ini, mempraktikkan resep yang baru tadi pagi juga kusalin dari internet. Black forest. Kesukaannya.

Jarum pendek jam di angka 12. Sudah tengah hari. Sudah sejam aku duduk di kursi meja makan ini. Memandangi kue berdiameter tak lebih dari 20 cm. Topping cherry di atasnya menggodaku, seolah mengolok, “Hatinya tak akan begitu saja luruh hanya karena black forest ini.”

Ya, sepertinya dia tak mungkin begitu saja memaafkanku hanya karena aku membuatkan kue kesukaannya. Kesalahanku terlalu besar, mungkin tak termaafkan. Lelaki pengagung kejujuran sepertinya tak mentolerir sebuah kebohongan. Dan aku telah melakukannya. Aku menyembunyikan sesuatu yang seharusnya dia ketahui.

Masa bodoh! Dua tahun sudah aku tenggelam dalam penyesalan. Dua tahun sudah aku memintanya memaafkan khilafku, menerimaku sebagai manusia yang tak luput dari khilaf. Kali ini aku harus menemuinya, meski nantinya hanya jawaban “Iya, terimakasih” yang aku dapatkan.

Kumasukkan kue itu dalam kardus. Kutukar baju lusuhku dengan gaun termanis pemberiannya dulu. Kutiti langkah menuju tempat tinggalnya.

Ramai. Ada banyak orang di sana. Seperti ada perayaan. Wajar saja, bukankah dia memang berulang tahun hari ini. Mungkin saja teman-temannya datang memberikan kejutan.

Aku menunggu di seberang jalan. Menunggu riuh itu bubar. Menunda bertemu dengannya. Menatapnya dari jauh. Dia tersenyum. Berbahagia. Begitu banyak orang yang menyayanginya, pantas saja dia tak memperdulikanku. Aku tersenyum tipis.

Dua jam aku menunggu, riuh itu memudar. Satu per satu pergi. Tinggal dia sendiri, berdiri menghadap ke jalan. Mata kami bertemu. Mataku memanas. Matanya berpaling ke lain arah. Tubuhku membeku, kakiku seperti terpaku. Tubuhnya berbalik, punggung itu lalu hilang di balik pintu.

Aku tergugu.



5 komentar:

Annisa Reswara mengatakan...

Terus? gak jadi dikasihkan kuenya? emaneeeeeeeee...
sini mbak Nad buat aku aja :D

Nice story, ngapain capek2 bikin kue... :p

Armae mengatakan...

loh lohhh... to be continued kah???? *penasaran tingkat dewa*

ceritanya seruu... ayo lanjutkan!!! :D

nadia mengatakan...

@ares : jangan mbak ar.. black forest bikin gendut lho.. :p
soalnya dia berharap kue itu bisa membuka jalan maaf.. :)

@mbak armae : to be continue to the 3rd galau.. ^^
terimakasih sudah mampir.. :D

fianichi matsuyama mengatakan...

si pesek lg galau.....
alhamdulillah ya..... pesek bgt.....

A-NX mengatakan...

kunjungan malam A-NX.

Posting Komentar

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Templates