7.9.12

The Engagement Day

Orang Lamongan itu punya tradisi sendiri dalam hal lamar-melamar. Jika biasanya kita selalu mendapati pria yang melamar gadis, di beberapa desa dan kecamatan yang ada di Lamongan, yang menjadi pihak pelamar adalah keluarga si gadis. Adat ini tidak berlaku jika pria berasal dari Lamongan sedangkan si gadis dari luar Lamongan.

Untung saja, di desa tempat kelahiran Mas tidak lagi memberlakukan adat itu. Lagipula meski adat itu masih tetap dilestarikan, dia tak mendapatkan gadis Lamongan, jadi tetap saja dia yang datang melamar. Tapiiiiii..., mereka juga memiliki tradisi sendiri, yaitu tahapan prosesi lamaran ini.

Yang pertama pihak keluarga inti (utamanya ayah dan ibu) akan datang ke rumah si gadis untuk bersilaturahmi sekaligus menanyakan apakah gadis yang diinginkannya masih bisa dan mau diminta. Mereka tidak mengharuskan keluarga gadis menjawab dengan membalas kunjungan, karena bisa langsung dijawab saat itu juga.

Sebulan kemudian, keluargaku memberikan balasan kunjungan untuk sekaligus membahas tanggal pernikahan. Kunjungan kami ke Lamongan itu tidak langsung menentukan tanggal berapa akad dan resepsi pernikahan akan digelar, tapi lebih pada pembahasan tanggal yang memungkinkan untuk dilaksanakannya acara sakral tersebut.

Seperti yang umumnya kita tahu, sebagai orang dengan latar belakang adat jawa, tentu akan ada perhitungan tanggal baik yang ditentukan dari banyak faktor, salah satunya yang aku tau adalah weton dan hari naas. Weton adalah tanggal kelahiran calon mempelai dilihat dari kalender jawa. Dan hari naas yang dimaksud adalah hari meninggalnya keluarga dekat. Orang tua kuno di jawa percaya kalo anak-anak mereka tidak boleh menikah di hari pasaran yang sama dengan hari pasaran meninggalnya keluarga.

Kunjungan itu juga memastikan kapan acara lamaran resmi akan digelar. Yup! Inilah tahapan kedua dari prosesi adat lamaran mereka. Di tahap kedua ini, mereka akan melamar secara resmi, dengan membawa saserahan atau peningset, dan kadang mereka menghendaki adanya tukar cincin. Kata Mas, tukar cincin itu adalah untuk tanda pengikat, bahwa dua orang ini sudah berkomitmen untuk saling menjaga hati mereka dan tanda mereka tak lagi “available.”

Menurut ibuku, belanja peningset itu mustinya dilakukan sendiri oleh pihak laki-laki, biar surprise dan sekaligus biar lelaki itu bisa mengerti apa yang disukai atau ndak disukai, apa yang pantas dan ndak pantas untuk calon istrinya. Tapi, berdasarkan saran dari beberapa teman dan kemauan dari keluarga Mas, akhirnya belanjanya berdua. Aku diminta milih sendiri barang-barang yang aku suka, biar nanti ndak mubadzir kata mereka.

Isi peningset ini macem-macem. Intinya peningset ini adalah barang-barang yang biasa dipakai si gadis sehari-hari. Pasti bertanya-tanya deh, apa tujuan adanya peningset ini? *sotoy*

Peningset itu asalnya dari bahasa jawa yang artinya pengikat, istilah lainnya saserahan atau barang hantaran. Adanya peningset ini adalah sebagai simbol bahwa lelaki yang melamar itu telah siap untuk bertanggung jawab dan memenuhi segala kebutuhan istrinya kelak. Peningset ini umumnya diberikan di hari yang sama sebelum akad nikah dilaksanakan, tapi bisa juga diberikan hari-hari sebelumnya. Menurut adatnya Mas, barang-barang hantaran ini diberikan pada saat lamaran.

Tentang isinya ya itu tadi, tergantung dari kebutuhan si gadis, makanya disarankan kita *sebagai si gadis* meluangkan waktu untuk keperluan belanja itu. Berdasarkan referensi dari beberapa teman yang sudah menikah, isi peningset itu antara lain : 1 set alat make up, 1 set pakaian, sepatu atau sandal, 1 set alat mandi, 1 set alat ibadah, sprei, tas, dan lain-lain sesuai kebutuhan si gadis.

Untuk hari spesial itu, aku sama Mas sepakat untuk ada acara tukar cincin. Jadi sebelum hari H lamaran, kita udah nyari dan ngukir inisial nama dan tanggal bersejarah kita. Aku tak tahu pasti di mana seharusnya cincin pertunangan itu disematkan, tapi waktu acara kemarin cincin itu ditaruh di jari manis tangan kiri, baru nanti waktu akad nikah cincin itu dipindah ke jari manis tangan kanan.

Naaah, karena waktu beli kita ngukur cincin pake jari manis tangan kanan dan dalam keadaan lagi gendut-gendutnya, makanya waktu cincin itu dipakaikan di jari manis tangan kiri jadi longgar bangeeeet.. *hahahahaha...* Alhasil beberapa waktu setelah acara kelar dan itu cincin masih aja longgar, kita sepakat mindahin cincin itu ke jari tengah tangan kiri.

Alhamdulillah, hari itu acara berjalan lancar jaya, meski rombongan dari Surabaya dan Lamongan datang dua jam lebih lambat dari waktu yang dijadwalkan. Hari itu, kedua pihak keluarga berembuk lagi soal tanggal pernikahan. Keluarga Mas sudah punya beberapa alternatif tanggal yang didapatkan sesuai dengan “perhitungan” tanggal baik. Dan berdasar kesepakatan yang menjunjung tinggi adat budaya, ditetapkanlah tanggal yang menurut dua belah pihak adalah tanggal terbaik.

i called this; a miracle :)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Templates