27.9.12

Bahagia dalam Bingkai Sederhana

Salah satu yang biasanya disiapkan oleh pasangan pengantin sebelum “The Big Day” digelar adalah foto pre-wedding. Beberapa orang menganggap moment ini bukanlah hal yang penting, beberapa orang bahkan menentang, menganggap kalo pose-pose dalam foto pre-wedding itu seperti posenya orang yang sudah menjadi suami istri.

Memang benar, beberapa pasangan kadang berlebihan menunjukkan kemesraannya saat foto pre-wed, yang tentu saja itu bukan hal yang pantas untuk diperlihatkan pada khalayak umum. Dan mustinya memang bukan yang seperti itu, karena sesuai dengan asal katanya, pre-wedding, yaitu apa-apa yang sewajarnya ada sebelum menikah.

Aku sama Mas menjalani proses dan moment ini, karena kami ingin berbagi cerita bahagia. Dari awal memang sudah direncanakan, bahkan Mas memilih akan memasang foto kami berdua di undangannya. Aku setuju saja, karena sejak dulu memang menginginkannya, meski bukan untuk keperluan undangan. Hehehehe...

Lagipula, aku selalu ingin membagi kisah “ajaib” kami, yang ada tanpa proses pacaran dan berjalan dengan proses yang bisa dibilang sangat cepat. I always called this; a miracle.

Banyak pasangan yang hanya tau beres soal pre-wed mereka. Biasanya pasangan-pasangan itu hanya akan mencari jasa (vendor) foto pre-wed, memilih tema yang sudah disediakan oleh vendor, ada juga yang memilih tema sendiri, dan urusan kostum, tempat, fotografer, penata gaya, properti, dsb sudah menjad tanggung jawab vendor. Mereka hanya harus menyediakan budget dan waktu, pasca foto pun mereka hanya menunggu hasilnya.

Aku dan Mas punya pemikiran yang berbeda. Berawal dari terbatasnya anggaran, niat yang tak ingin segala sesuatu yang mewah, dan memaksimalkan potensi yang ada, kami meng-arrange segala sesuatunya sendiri. Tak ribut memikirkan tema, kami hanya mengunjungi beberapa tempat di malang yang punya view bagus dan punya nilai “sejarah” untuk kami.

Soal fotografer? Jangan pikir kami menyewa seorang fotografer khusus yang lengkap dengan tim penata gaya dan make-up serta kostumnya. Awalnya ada kawan dekat Mas yang sedang merintis jasa fotografer pre-wed, dia menawarkan diri untuk jadi fotografer kami. Tapi, karena keterbatasan waktu yang aku punya, akhirnya kami benar-benar memaksimalkan potensi yang ada. Dan yang kena sasaran adalah pacar adikku!! *hahahahahahaaa...*

Kebetulan mereka memang ada di Malang dan dengan sukarela mau membantu mas dan mbaknya yang tercinta ini. Dan jadilah acara foto-foto itu.. ^^

Sabtu siang itu kami meluncur dari Surabaya, naik sepeda motor dengan membawa 1 koper kecil dan 1 tas ransel. Apalagi isinya kalo bukan baju, bener-bener kayak mau mudik *hohohohohooo*. Lepas ashar saat kami sampai di tempat tujuan. Beristirahat seperlunya dan menuju tempat pertama yang diusulkan si pacarnya adik; Villa Puncak Tidar.

Tempatnya bagus, jalanan dan bunga-bunga di sana bagus buat jadi latar foto, hanya saja, kami terlambat datang, terlalu sore. Waktu itu Mas pakai setelan jas dan aku pakai gaun putih panjang, yang membuatku serasa jadi mbak kunti. *sereeeeeeeeeeeeeeeemm*

Baru beberapa kali jepret, Mas ngajak pulang dan aku sudah mulai ngerasain hawa-hawa tak enak. “Laper, cari makan aja dulu,” gitu Mas bilang. Kami berempat pulang dulu untuk ganti baju. Di rumah Mas Tanya, “Kamu ndak gemeteran?” dan kujawab “Ndak, tapi perasaanku ndak enak. Ada apa?” Aku sudah harap-harap cemas, perasaan semakin tak enak.

“Kamu tadi sempat nyenggol ‘sesuatu’ dan kayaknya dia marah, apalagi dia udah merhatiin kamu terus dari awal,” Mas njelasin. Si pacarnya adik yang ada di ambang pintu ikutan senyum, tanda mengiyakan. Seketika buku tengkukku berdiri, bergidik serem. “Kenapa aku sering diperhatiin sama yang begitu-begitu? Ini udah yang ketiga kalinya lhoo,” pertanyaan itu tak kuasa kutahan. “Sudah, ndak papa, ndak usah dipikirin,” Mas membungkus rapi semua tanya.

Lewat adzan isya’ kami keluar makan lengkap dengan properti baru. Tempat makan yang dituju adalah warung makan named “Otoy” yang ada di Batu. Ini adalah warung makan tempat kami makan berdua waktu liburan ke Malang. Malam itu menu yang dipesan sama dengan yang kami pesan waktu pertama kali ke sini, es cendol dan luna maya (ayam tulang lunak). Tentunya ada sesi foto juga di sini, tempat kenangan. Hehehehe...

es cendolnya enak lhoo, sambel luna maya-nya juga pedeeess ^^

Lanjut ke alun-alun kota Batu. Kostumnya sederhana, sama kayak yang dipakai di Otoy tadi. Mas pakai kaos putih dirangkap kemeja abu-abu ungu kotak-kotak dan celana jeans, aku pakai baju rajut ungu muda, kerudung ungu dan celana jeans. Sengaja begitu, karena ceritanya kami memang sedang main-main di sana, jadi kostumnya santai.

Puas foto-foto di sana, kami mampir nyobain ceker setan, itu tuh ceker yang dimasak super pedes. Gara-gara ceker ini aku dapet 2 magnum dari adik n pacarnya yang sok-sok’an make aku jadi taruhan kuat ngabisin berapa biji. *wkwkwkwkwkwk...*

Esok paginya, karena semalam jam 2 pagi baru tidur, kami malas-malasan bangun. Apalagi adik ada jadwal ospek, jadi tidur dulu sekalian nunggu adik pulang. Hehehe...

Properti antik yang di luar rencana, Orong-orong namanya. Vespa warna putih hijau punya temen satu kontrakan si pacarnya adik yang kebetulan lagi nganggur karena ditinggal mudik empunya. Alhamdulillah, vespa itu bisa jalan, dan jadilah kita berdandan ala orang-orang lawas. Lokasinya, kita balik ke Villa Puncak Tidar, karena penasaran dan karena bagusnya. Tapi siang itu Malang rasanya panaaaaaaaaaassss... sesi foto-foto berasa penuh perjuangan, apalagi si Orong-orong sempat mogok. *xixixixixixi...*

ndorong si orong-orong yang berubah jadi putih merah. hahahaha...

Di tempat itu kita pakai 2 kostum. Habis dandan gaya orang zaman dulu, kita pakai almamater. Yup! Karena dari KKN yang identik sama pemakaian jas almamater itulah pertama kali kami berkenalan, sebagai teman yang sama sekali tak punya pikiran akan sampai pada tahapan ini.

Done! Kami pulang untuk packing dan melanjutkan perjalanan ke Kebun Raya Purwodadi. Sebelumnya mampir nyemil dulu di bakpao telo Lawang. Dan tetooooooooooott!! Kebun Raya Purwodadi itu cuma buka jam 07.00 – 16.00, dan waktu kita sampe sana udah jam 4 lewat 10 menit. Hhmmmm..., lobi-lobi deh. Alhamdulillah masih boleh masuk, boleh bawa motor pisan, jadi lebih mudah aksesnya. Tapi tentunya dengan konsekuensi yang lain juga.

Yang jadi pilihan adalah taman bougenvil. Mas pake setelan jas dengan kemeja yang ganti 3 kali, putih, pink dan ungu. Aku pakai gaun putih panjang dengan kerudung ganti 2 kali, pink dan ungu. Karena kostumnya begitu, otomatis pose-nya formal.

Tepat waktu adzan maghrib foto-foto kelar. Berangkat ke pos satpam dan menyelesaikan “administrasi” yang sudah jelas-jelas tak masuk akal. *hehehehe...* Mas cuma senyum-senyum waktu keluar dari ruangan penjaga. Kami sholat maghrib dulu sebelum melanjutkan perjalanan ke Surabaya.

Kalian tau poin penting apa yang aku dapat dari perjalanan yang melelahkan tapi sangat menyenangkan ini? Ya, meski berbatas dan sangat sederhana, tapi aku merasa sangat bahagia. Karena bukan nilai secara materi yang diukur dari sini, tapi keinginan dan usaha untuk saling memberi, menerima, membahagiakan. Semua pasti akan sangat berbeda saat hanya harus menjalani foto pre-wed di studio atau yang langsung di-handle oleh vendor.

Dan semua ini terasa sempurna karena rasa syukur. Aku tak menuntut sesuatu yang mewah darinya, aku tak mengukur bahagiaku dari materi, tapi usahanya, niatnya dan apa yang diberikannya dalam bingkai kesederhanaan rasanya sudah lebih dari cukup untuk merasakan bahagia. Karena yang terpenting adalah dia ada di sisi, saat susah maupun senang.

Kita tak perlu sibuk mencari yang sempurna, ketika hal yang sangat sederhana telah mampu membuat kita bahagia.

Semoga kesyukuran ini selalu terjaga, semoga kemauan untuk saling memberi, menerima, menjaga dan membahagiakan itu selalu tumbuh dan berkembang dalam diri kami. Aamiin Ya Rabb.. :)

i praise then i feel bless..

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Templates