27.9.12

Protektif vs Posesif

Punya seseorang yang memperhatikan dan melindungi kita, itu pasti menyenangkan. Kita jadi kayak punya alarm yang otomatis akan berbunyi kalo sesuatu yang “ndak baik” akan “menerkam” kita. Lagian, orang mana -utamanya perempuan- yang ndak mau diperhatiin dan dilindungi. Mungkin nyaris tak ada. Tapiiii, kalo perhatian dan perlindungan ini kelewat batas, kadang jadi sebel juga, iya ndak? Hehehe...

Nah, yang namanya batas itu juga relatif, tiap orang punya standart sendiri-sendiri soal batasnya. Seperti baik dan buruk, benar dan salah. Beda kepala, beda sudut padang, beda latar belakang, tentu akan beda pula memaknainya. Kadang yang kita rasa cukup, dianggap berlebihan oleh orang lain. Sebaliknya, yang dianggap cukup sama orang lain, justru terasa berlebihan buat kita.

Tulisan ini ada bukan tanpa alasan, bukan juga tanpa suatu kejadian yang akhirnya memunculkan rasa ingin tau dan akhirnya jadi rasa ingin berbagi. Kali ini sumbernya dari pengalaman pribadi.

Yang akan kubahas di sini adalah sifat protektif. Sempat terpikir, bertanya-tanya, bahkan sampai browsing, apa protektif itu sama dengan posesif? Keduanya sama-sama “ngatur” dan “membatasi” dan kalo berlebihan bisa bikin ndak nyaman pasangan dan berdampak pada ndak nyamannya hubungan. Tapi sekali lagi, berlebihan atau ndak itu relatif. Hehehe...

Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang kuakses online, protektif itu bersangkutan dengan proteksi, bersifat melindungi. Dan posesif bersifat merasa menjadi pemilik, mempunyai sifat cemburu. Dari sini sudah jelas beda artinya, dan pasti akan beda juga dalam penerapannya.

Aku memiliki keduanya, tentu dengan kadar yang sewajarnya *menurutku* dan semoga memang tidak berlebihan. Dan menurutku itu hal yang wajar. Saat kita menyayangi seseorang, sifat-sifat semacam ini akan otomatis muncul. Karena kita selalu ingin memperhatikan, melindungi, menjadi yang terbaik, hingga merasa tak ingin kehilangan.

But, tentu saja musti masih dalam taraf normal, biar hubungan tetep terasa nyaman untuk kedua belah pihak. Karena yang dicari dari sebuah hubungan itu ndak jauh-jauh dari rasa aman dan nyaman untuk yang menjalani hubungan itu. Karena saat sudah merasa nyaman, seorang pasti akan selalu kembali, selalu setia.

Contoh protektif itu adalah ketika si dia sangat menjaga waktu makanmu karena tau kamu punya sakit mag akut, atau dia yang ndak membolehkanmu pulang larut malam sendirian karena kuatir akan terjadi hal buruk di jalan, atau saat dia melarangmu berpergian jauh dalam waktu singkat karena kuatir kamu akan capek lalu sakit.

Contoh posesif itu adalah ketika si dia melarangmu pergi bersama teman-teman satu genk karena dia tau salah satunya ada yang menaruh hati padamu, atau saat dia marah-marah kalo ada temen laki-laki datang ke rumahmu padahal niatnya cuma main, atau saat dia selalu memantau kamu lagi ada di mana, ngapain dan sama siapa.

Protektif itu didasari oleh rasa ingin melindungi, karena dia khawatir dan tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada orang yang disayanginya. Kalo berlebihan tentu bisa memunculkan rasa tak nyaman, karena yang “dijaga” jadi merasa disepelekan, dianggap anak kecil yang musti dijagain segala sesuatunya. Dan yang “menjaga” pun merasa tak nyaman, sering kali khawatir akan terjadi hal buruk, dan kekhawatiran ini meningkatkan nalurinya untuk melindungi.

Posesif itu didasari oleh rasa memiliki dan diikuti oleh rasa takut kehilangan yang berlebihan. Rasa ini menelurkan naluri untuk memberikan perhatian lebih, menjaga agar miliknya tak sampai hilang, pergi, apalagi diambil orang. Rasa tak nyaman? Tentu saja ada. Yang dijaga akan selalu merasa di-kepo, dan kebebasannya seolah hilang. Yang menjaga juga selalu dihantui rasa khawatir dan takut kehilangan.

Protektif ini lebih bisa dimasukkan katagori positif, karena tujuannya baik dan masuk akal *meski kadang ndak masuk akal juga saking berlebihannya. Hohohohoho..*

Posesif lebih ke arah negatif, karena sering kali hanya berdasarkan pada rasa curiga, cenderung mengekang dan tujuannya hanya karena merasa memiliki dan tak ingin kehilangan.

Orang yang protektif belum tentu posesif, begitu juga orang posesif belum tentu dia akan protektif juga. Dan kukira ini bukan harga mati yang sama sekali tak bisa ditawar. Artinya soal seperti ini masih bisa dibicarakan berdua, agar keduanya bisa merasa lebih nyaman menjalani hubungan. Lagipula, kadang kita perlu untuk menjadi protektif ataupun posesif, untuk menunjukkan kita saying. Hanya saja musti tau tempat dan tau waktu, dan terpenting tau batasnya.

Karena segalanya tergantung kita bisa menerima atau tidak, dan tergantung batas toleransi kita untuk bisa menerimanya.

Orang bilang, saat kita menggenggam pasir terlalu erat, pelan-pelan butiran pasir itu akan lolos lewat celah jemari kita hingga habis. Dan saat kita hanya menaruhnya di atas telapak tangan tanpa melindunginya, angin bisa saja menerbangkannya hingga habis.

source : ikhwan-kiri.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Templates