7.9.12

Penentuan Tanggal Sakral

Buat kaum muda seperti kita, yang pola pikir adat budayanya pelan-pelan sudah digeser oleh pola pikir modern, perhitungan dan penentuan hari baik ini akan terasa sangat ribet sekali, bahkan bisa jadi mengundang pro-kontra dan perdebatan panjang. Saranku adalah *eciyeeeeeeh* menurutlah apa kata orang tua dan serahkan urusan hitungan tanggal itu pada mereka.
Kenapa begitu? Yang merid kan kita, bukan mereka?

Yup! Itu bener banget, yang merid kita, dan mustinya kita punya hak penuh untuk menentukan tanggal berapa kita mau merid. Karena kadang kita yang bekerja juga mempertimbangkan kapan dan berapa lama kita bisa ambil cuti, memperhitungkan teman-teman yang mungkin akan berhalangan hadir kalo pelaksanaannya di hari aktif, dll.

Untuk urusan yang satu ini, cobalah berdamai dengan keadaan dan turunkan ego sedikit saja untuk bisa mengalah. Kembalilah pada niatan awal kita untuk menikah dan apa tujuan kita menikah. Aku memberikan alasan yang kukira cukup rasional untuk kita bisa berdamai.

Yang pertama tentang niatan awal dan tujuan kita menikah. Buat kita yang menganut agama Islam, tentu alasannya adalah untuk menyempurnakan separuh dien, mencari berkah dan ridho Allah. Berdasar pada niatan ini, pikirkanlah, apakah niatan ini akan terwujud dengan sempurna jika ridho orang tua tidak kita kantongi lebih dulu? Bukankah untuk kita yang belum menikah, utamanya perempuan, ridho Allah ada pada ridho orang tua? Kalo ridho mereka saja ndak bisa kita dapetin, gimana kita bisa menuai keberkahan untuk kehidupan pernikahan kita nanti?

Yang kedua tentang harapan untuk bahagia. Mereka yang sudah repot-repot, pusing memikirkan tanggal baik untuk kita, sejatinya bukan karena ego mereka sendiri, tapi lebih karena mereka menyayangi kita. Orang jawa kuno itu punya ilmu titen. Mereka menerima tanda-tanda kebesaran Allah dari pengalaman mereka yang diwariskan turun-temurun. Baca ini yaa... *promosi..huahahaha...*

Dan sudah bisa dipastikan kalo sebenarnya mereka semata-mata menginginkan yang terbaik untuk kita, orang-orang yang mereka sayangi. Mereka ingin kita bahagia menjalani hidup berumah tangga dan mencegah hal-hal buruk yang mungkin bisa terjadi sesuai dengan apa yang pernah mereka tau sebelum-sebelumnya.

So, buat apa kita ngotot untuk bertahan dan “menentang” mereka, toh tak ada ruginya jika sedikit saja mau mengalah dan berdamai dengan mereka. Soal cuti, bisa diatur kan? Umumnya sudah ada cuti menikah untuk para pegawai dengan batasan tertentu. Kalaupun ndak ada jatahnya, bisa cuti sehari atau dua hari demi acara istimewa itu. Soal kawan-kawan, meski tak datang langsung saat acara, aku yakin mereka akan selalu mendoakan yang terbaik. Dan soal-soal lain, teteeeeeep; berdamailaaah.. :D

source : http://asalasah.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Templates