Sudah lepas adzan Isya’ waktu dua vixion yang kami tumpangi masuk ke halaman
rumah Dini yang ada di batu. Itulah salah satu alasan Dini harus ikut ke Malang,
karena dia punya rumah di sana. Hahaha... *peace din*
Karena terus-terusan diguyur hujan sepanjang perjalanan,
maka malam itu kami memutuskan untuk menghangatkan diri. Istirahat, makan,
ngobrol dan nonton tipi.
Sejak sepeda motor yang kutumpangi bergerak menjauhi Surabaya,
aku seperti meninggalkan semua yang ada di sana, terutama perasaan-perasaan
galau yang belakangan bikin otak dan hati kram. Aku berangkat dengan harapan
aku bisa menemukan sedikit titik terang, atau paling ndak aku bisa memberikan
sedikit saja ruang yang lebih luas untuk bernapas lebih bebas. *bahasa penulisku
mulai muncul. hahahaha... *
Hari minggu itu, dimulai dengan para lelaki yang memandikan
motor-motor mereka karena mereka ngerasa ndak keren kalo ada sedikit aja sisa
lumpur nempel di motornya. Aku dan Dini bersih-bersih rumah dan menjemur semua
pakaian yang basah gara-gara hujan kemarin.
Tujuan pertama kami adalah sarapan di deretan warung yang ada di Payung. Ingat-ingat akhir tahun lalu waktu pertama kali ke sana, pemandangan dari sini kelihatan keren. Ya nongkrong di warung dengan desain tempat yg tinggi, seperti di rumah pohon dan di bawah kelihatan lampu-lampu kota malang. *pertama kali ke sana malem hari*
![]() |
menyiapkan kendaraan tempur |
Tujuan pertama kami adalah sarapan di deretan warung yang ada di Payung. Ingat-ingat akhir tahun lalu waktu pertama kali ke sana, pemandangan dari sini kelihatan keren. Ya nongkrong di warung dengan desain tempat yg tinggi, seperti di rumah pohon dan di bawah kelihatan lampu-lampu kota malang. *pertama kali ke sana malem hari*
![]() |
sarapaaaaaaaaaann :D |
Hari itu payung tak terlihat terlalu istimewa karena tak ada gemerlap lampu-lampu kota dari tempat kami duduk. Kelar sarapan perjalanan lanjut ke Paralayang, tempatnya di puncak pujon. Dari sini kita bisa lihat kota Malang dari atas, dan hampir seluruhnya terlihat. Kenapa dinamakan Paralayang? Itu karena kalo siang, ada permainan terjun pakai layangan lebar *mungkin ini yang namanya paralayang :D* dari puncak ini sampai ke landasan yang sudah dipatok dibawah sana.
Menikmati udara dingin di sana seperti mengalirkan energi kebahagiaan
tersendiri. Kurasa kami berempat sama-sama merasakannya. Mereka bertiga yang
biasanya sibuk dengan rutinitas kantor yang menjemukan dan aku yang kala itu
sibuk dengan urusan hati. *soal kerjaan waktu itu ndak terlalu mikir, kalah
sama urusan hati. Wkwkwkwkwkwk...*
![]() |
Paralayang - Puncak Pujon |
Puas foto-foto di sana, kami melanjutkan perjalanan ke Cubanrondo.
Dalam perjalanan turun dari puncak Pujon, aku dan David terlibat pembicaraan
aneh :D
David : pemandangannya keren, kalo merid di situ keren juga
kali ya?
Aku : iyaa, keren bangeeeeeeeeett. Aku juga mau kalo merid
di situ, kereeeeeeeenn
David : he em, nanti akadnya di atas situ, trus tamunya di
bawah, jadi kalo mau makan harus turun dulu
Aku : hahahahahaha... kasian Vid *sambil geleng-geleng*
David : kira-kira ada ndak ya orang yang kepikiran dan
beneran merid di situ?
Aku : kalo yang merid aku sama kamu, mungkin paling Vid
*ngakak tiada tara*
David : waaaah, bener-bener *ikutan ngakak*
*hadeeeeeeeeeeeeeeeeeehh*
Cubanrondo adalah wisata alam dengan panorama utama air terjun. Air
terjun di sini dingiiiiiiiiiiiiiiiin *ya iyalah, kotanya aja kota dingin* dan hamper
ndak ada manusia yang berani turun dan bermain di bawah air terjun.
Dan di sana, ngapain lagi kalo ndak narsis-narsisan. Foto sana
foto sini, pose ini pose itu. Ada yang lucu waktu sesi foto-foto ini. Waktu itu,
ada batu besaaaar sekali dan aku mikir, kayaknya bagus kalo foto di sini,
apalagi background-nya pas banget, pas di depan air terjun. Naiklah aku ke batu
itu dan teriak-teriak ngajak Dini, David dan Topik buat ikutan naik. Respon paling
cepet dating dari David, karena memang dia yang posisinya paling deket sama itu
batu gede. Dan waktu udah sampe di atas batu, aku sama dia pose berdua.
Ndak tau dari mana datangnya, tiba-tiba aja David ambil pose
kayak orang lagi menyatakan cinta. Jadi dia setengah berlutut gitu. Dan karena
keriangan hari itu, spontan aja aku bilang, “Pake bunga dong, biar lebih bagus!”
Dan Topik-lah yang jadi antusias nyari, metik dan ngasih bunga itu ke David. Dan
akhirnya jadilah pose ini. Huahahahaha...
![]() | |||
pose dadakan yang asik :D :* |
![]() |
ini yang berempat *peluuuuuk* |
Kepulangan kami ke rumah Dini dinaungi rintik hujan. Sudah begitu
dinginnya udara, masih ditambah hujan lagi. Untunglah sedia obat masuk angin
waktu itu. Xixixixixi...
Sepanjang perjalanan pulang, aku banyak ngobrol sama David. Banyak
hal tentang hidup yang pernah dilewatinya diceritakan ke aku. Pengalaman-pengalaman,
juga pelajaran yang diambilnya dari masa lalunya. Satu kalimat yang kuingat
benar adalah, “Hidup itu ndak usah dibikin ngoyo, karena semua udah ada yang
ngatur. Jalani saja dengan usaha maksimal dan dilanjutkan dengan tawakal.”
Langit kota dingin yang mendung sedari pagi sudah semakin
gelap ketika kami kembali ke rumah. Tak ada lelah badan, yang ada lelah
tertawa. Ya, hari itu aku menyadari kalo sudah banyak sekali hal baik dan indah
yang sudah aku tinggalkan demi urusan hati ini. Sepertinya aku memang terlalu
larut dalam perasaan yang mustinya lebih bisa kukendalikan, hingga aku lupa
cara untuk bahagia.
Malam itu, kami melewatkan waktu dengan aktifitas yang
berbeda-beda. Topik sibuk dengan tilpun-tilpunan sama pacarnya, Dini yang
katanya terlalu capek dan lebih memilih istirahat *sebenernya capek hati dia
ini, urusan cinta juga :D* dan aku sama David yang milih keluar mencari makan
malam, dan tujuan utama mencari es cendol.
Kenapa es cendol? Entahlah, minuman itu yang tiba-tiba saja
terlintas di pikiranku waktu aku sama David lagi becanda soal
nyidam-nyidamannya ibu hamil. Dan benarlah, dia mencarikan tempat makan yang
menyediakan menu es cendol. Malam itu menu makan kita adalah ayam luna maya
(tulang lunak_red) dan es cendol. Dan David punya janji menemaniku naik kincir angin di alun-alun Batu. Hohohoho...
![]() |
es cendol, biar baby-nya ndak ngiler *hadeeeeh* |
Aku berangkat tidur paling cepat malam itu, terlalu lelah
rasanya dan kakiku baru saja diserang kram waktu perjalanan pulang dari misi
mencari es cendol. Aku terbangun saat sudah lewat tengah malam, mereka semua
sudah lelap. Kupandangai wajah mereka satu per satu, Dini, Topik dan David. Ah,
betapa bodohnya aku selama ini, mau saja dibawa oleh arus rasa yang tak karuan.
Di sepertiga malam itu, aku berjanji pada diriku sendiri
untuk memulai segalanya dari awal lagi, aku berjanji pada diriku sendiri untuk
bahagia. Ya, aku bisa mengusahakan kebahagiaanku sendiri dan ndak harus
membelenggu diri untuk sesuatu yang tak kuinginkan ada.
Dan hari itu, aku pulang ke Surabaya dengan seorang yang
baru. Meski aku belom berani untuk mulai memimpikan sesuatu, tapi setidaknya
hari itu aku punya daya untuk bangkit, berdiri tegak dan bersiap untuk
menjemput tawa-tawa bahagia.
2 komentar:
gaweo buku mbakyuuuu! X)
kamu yang jadi sponsor biar bisa terbit yaaaa...
hahahahahaaa... :p
Posting Komentar