10.6.11

Customer Service Must Have It

Menjadi Customer Service (CS) sebuah perusahaan / lembaga / organisasi apapun, tidaklah mudah. Ada beberapa kriteria khusus yang harus dimiliki oleh seseorang sehingga akhirnya dia bisa lolos dan menjadi seorang CS. Kriteria tersebut sebenarnya bisa dimiliki oleh semua orang, karena kriteria yang dimaksud dapat dibangun atau dilatih.

Barusan aku dikecewakan oleh seorang CS karena pelayanannya yang kurang memuaskan. Bukan dari segi solusi yang diberikan untuk permasalahanku, tapi dari cara dia memberikan pelayanan. Aku mengeluhkan blog ini, yang bermasalah di salah satu posting. Kebetulan penyedia web ini memang melayani keluhan secara online, chating lewat YM. Nah, siang ini aku coba menghubungi CS, karena aku udah gak sanggup menyelesaikan masalah itu.

Si CS ini menyapaku dengan “bapak” yang kemudian aku ralat “panggil nadia saja mas” tapi gak direspon sama dia. Selanjutnya, dia tetap memanggil “bapak” atau “pak” sampai akhirnya aku bilang “mas panggil nadia saja, saya perempuan ?” dan setelah itu dia ganti panggil “bu”. Ini point pertama.

Poin kedua, setelah membalas sapaan “selamat pagi”-ku, dia tanya, “bisa saya bantu?” dan aku memulai dengan bilang inti permasalahan. Dia lalu minta aku ngecek di admin, tapi ternyata dia blom ngerti masalah yang aku tanyakan, dan otomatin solusi yang diberikannya juga mubadzir. Aku lalu coba menjelaskan dengan detail sampe ngasih contoh di web-nya.

Setelah aku menjelaskan, dia diem lama banget. Aku gak tahu pasti berapa lama, yang jelas dia diam, dan bagi orang yang sedang menunggu, waktu sedikit tetep aja kerasa lama. Sampai akhirnya aku tanya “gimana mas?” dan dia jawab “mohon ditunggu.” Poin ketiga.

Setelah sekian menit berlalu, dia lalu menyarankan untuk kirim email saja ke tim suport. Ya sudah, aku lalu mengucapkan terimakasih yang tak berbalas. Poin keempat.

Aku memang bukan seorang CS, tapi sebagai penerima layanan aku bisa merasakan puas atau tidaknya dengan pelayanan yang diberika oleh CS itu. Aku pernah ikut training sebagai Call Center Telkomsel, yang kemudian aku tinggalkan di tengah jalan karena ada amanah yang harus aku tuntaskan. Dan aku menyadari bahwa menjadi seorang CS itu sangat tidak mudah. Kita dituntut untuk tampil sempurna untuk mencapai kepuasan pelanggan.

Seorang CS tidak hanya harus menguasai produk yang mereka miliki atau solusi yang diberikan ketika pelanggan protes dan mengeluh. CS memiliki tugas yang sebenarnya lebih berat dari itu, yaitu memberikan pelayanan yang baik sehingga pelanggan merasa puas dan kekecewaannya karena produk bisa sedikit terobati.

Dari mana pelanggan bisa merasa puas. Pertama adalah dari solusi yang diberikan untuk masalah yang dikeluhkan. Kedua dari pelayanan yang diberikan oleh CS. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Solusi yang baik tapi CS-nya sewot, siapa yang akan suka? CS-nya ramah tapi solusi tidak tepat, siapa yang tak akan lebih kecewa? Product knowledge bisa dipelajari dengan membaca dan mungkin menghafal, tapi sikap dalam melayani? Inilah yang sering kali dikesampingkan oleh mereka, para CS.

Poin pertama yang dilakukan mas CS tadi adalah bahwa dia tidak mengidentifikasi siapa pelanggannya, apakah dia laki-laki atau perempuan. Karena CS tidak berhadapan langsung, maka dia perlu bertanya sebenarnya. Kalo bertemu langsung, CS bisa langsung menentukan bagaimana dia harus memanggil customernya, apa “bapak”, “ibu”, “mbak”, “mas” atau “adik”. Begitu juga ketika ditelfon, CS bisa mengenali lewat suara, apa ini suara laki-laki atau perempuan. Tapi lewat chating? Wajah gak kelihatan, suara juga tak terdengar.

Aku sampai berpikir mungkin mas CS itu punya indera penerawangan yang mungkin sedang tidak berfungsi baik, jadi dia mengenaliku sebagai “bapak.” Kesalahan fital juga ketika pelanggan sudah meminta untuk dipanggil dengan nama tertentu, tapi CS tidak memperhatikan, justru meneruskan. Ketika training di Telkomsel yang lalu, aku diajarkan untuk menuruti apa mau pelanggan. Call Center juga termasuk CS, tapi pelayanannya melalui telfon.

Menanyakan nama adalah standart opening Caroline (panggilan untuk CC Telkomsel). Sapaan yang biasa digunakan adalah “bapak” atau “ibu”, namun ketika pelanggan meminta untuk dipanggil “adik” kita tak boleh menolak. Karena itu adalah satu poin yang bisa memberikan rasa senang dan nyaman pelanggan yang menjadi lawan bicara kita.

Memang, tidak semua orang mempermasalahkah bagaimana dia dipanggil, tapi bukankah pelanggan sebuah perusahaan selalu heterogen? Bermacam-macam sifat, karakter dan kemauan. Dan memberikan rasa nyaman pada lawan bicara itu rasanya berhukum WAJIB untuk CS.

Poin kedua adalah identifikasi masalah. Jadi CS juga harus SABAR. Kadang pelanggan tidak tahu bagaimana harus menjelaskan masalahnya atau dia tidak paham dengan istilah-istilah teknik yang sebenarnya bisa membantu penyelesaian masalah. Dan CS harus benar-benar menjadi pendengar yang baik. Ketika pelanggan sudah selesai menceritakan masalahnya, WAJIB juha hukumnya untuk mengklarifikasi, agar kedua belah pihak sama-sama mengerti apa yang dibicarakan. Karena kadang CS sok tahu masalah pelanggan padahal bukan itu yang ditanyakan. Ya, kaya’ mas CS tadi itu.

Setelah itu, ketika kita harus meminta waktu untuk menyelesaikan masalah, kita juga WAJIB ngomong sama pelanggan. Paling tidak bilang “mohon tunggu sebentar” atau yang diajarkan di training Caroline dulu bilangnya “apakah bapak/ibu berkenan menunggu?” So, kita harus menginformasikan bahwa kita membutuhkan waktu untuk membantu masalah pelanggan, jangan tiba-tiba ngilang gitu aja. Pelanggan yg by phone atau by chating kan gak bisa lihat CS lagi ngapain, jadi harus dikasih tahu, biar pelanggannya gak bingung. Ini adalah poin ketiga yang gak dilakukan mas CS tadi.

Strandart closing Caroline adalah “Apa sudah cukup jelas dengan penjelasan yang kamu berikan?” dan setelah itu “Terimakasih telah menghubungi Telkomsel, selamat pagi/siang/sore/malam bapak/ibu (nama).” Yup! Paling tidak, minimal, CS mengucapkan terimakasih. Untuk apa? Untuk kepercayaan yang diberikan pelanggan pada CS. Karena pelanggan percaya bahwa ketika mereka mendapat masalah CS adalah orang yang tepat untuk membantu pelanggan menyelesaikan masalah.

Dan mas CS itu tadi, sama sekali gak balas ketika aku, pelanggannya mengucapkan terimakasih. Dia cuek bebek. Itu adalah poin keempatnya yang bikin aku kecewa.

Menjadi CS di dunia nyata, di dunia kabel dan di dunia maya itu memang berbeda cara dan kriterianya. Di dunia nyata, CS berhadapan langsung dengan pelanggan, otomatis dia harus berpenampilan rapi jali, selalu tersenyum dan bisa mengendalikan emosi dengan tetap menampilkan senyum meski nada bicara ditekan untuk mempertegas.

Di dunia kabel, CS tidak harus berpenampilan rapi, tidak harus selalu tersenyum, namun harus bisa memperdengarkan smiling voice pada pelanggan. Nada bicara harus stabilm tidak ada penekanan apalagi nada bicara tinggi. Telkomsel misalnya, dia mempunyai rekaman suara tiap Caroline saat meyalani pelanggan dan ketika nada tinggi atau nada dengan sebuah penekanan ditemukan, maka itu akan jadi catatan untuk si Caroline.

Di dunia maya, CS tidak melihat wajah dan tidak mendengar suara pelanggan. CS juga tidak dituntut untuk tampil rapi, selalu tersenyum, juga tidak harus punya smiling voice atau mempertahankan suara agar tidak meninggi atau menekan. CS di dunia maya hanya harus bisa memilih diksi terbaik untuk bisa berkomunikasi dengan pelanggan. Diksi yang mudah dimengerti, yang tidak menimbulkan pertanyaan lanjutan, yang tidak membuat marah pelanggan tersulut karena kesal.

Namun, ketiga dunia CS ini memiliki dua attitude yang sama yaitu RAMAH dan SABAR. So, buat yang berminat jadi CS, latihlah kedua hal itu dengan sempurna, maka “nilai jual”-mu akan sangat tinggi, terutama untuk perusahaan-perusahaan yang memberikan jasa pelayanan dengan standart tinggi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Templates