14.5.11

#2

Aku menyebutnya gadis senja. Bukan, dia bukan bidadari dari langit lapis tujuh yang turun ke bumi saat mentari beranjak ke peraduan. Dia adalah gadis biasa, manusia, dengan paras yang tidak terlampau ayu dan tubuh tak seindah gitar spanyol.

Aku selalu melihatnya duduk di tempat itu, di meja paling barat. Memilih kursi yang menghadap laut dan matahari senja. Dia selalu datang ketika matahari sudah jingga, nyaris setiap hari kecuali di Rabu. Sudah sejak dua bulan belakangan. Memesan jus alpukat dan waffle. Memusatkan perhatian pada tiga hal, laut, senja dan laptop.

Dia selalu terlihat sibuk mengetik. Sesekali terhenti memperhatikan geliat air laut, kali lain ia terdiam menikmati sinar senja. Setelah itu dia kembali pada laptopnya, seolah telah menemukan berjuta kata dari laut dan senja untuk dituliskannya.

Aku hanya selalu memperhatikannya dari kejauhan, menyempatkan diri melihatnya sambil melayani pesanan pembeli lain. Jarak kami jadi begitu dekat ketika aku mengantarkan pesanannya. Sesekali aku mencuri pandang ke arahnya, mencoba menebak-nebak arti sinar matanya yang lebih redup dari surya senja.

Sudah lewat pukul 4 sore, harusnya dia telah duduk manis di kursinya, tapi dia belum juga terlihat. Aku memastikan hari. Bukan, ini bukan Rabu. Aku masih mencari-carinya ketika tak lama berselang dia muncul, tapi dia sedikit berbeda hari ini. Tangannya tak menenteng tas laptop.

"Seperti biasa, Mbak?" aku gunakan kesempatan pertamaku. Dia mengangguk, kali ini sambil tersenyum dan menatap mataku. Benar, lain dari sebelumnya yang hanya tersenyun sepatutnya.

“Dua porsi ya, Mas,” ia menyusulkan pesanan sebelum aku jauh.

Tambah lagi satu di luar kebiasaan. Ah, mungkin saja hari ini dia sedang menunggu seorang teman, dan karena itulah dia tak membawa serta laptopnya. Yah, seorang teman, atau mungkin seorang kekasih. Aku mendengus dan merutuk diri, tak seharusnya aku merasa terlampau kecewa.

"Silakan, Mbak," kesempatan kedua sekaligus terakhir untuk berada sedekat ini dengannya.

Sekali lagi dia tersenyum, tapi aku harus menyudahi menikmati senyum itu, aku harus kembali ke dalam menanti pengunjung lain datang dan memesan.

"Mas, bisa temani saya ngobrol?” aku berbalik dan menatapnya, “Mulai hari ini, saya ingin menjalani sore saya bersama senja, laut dan seorang teman,” diselipkannya senyum di sela kata-kata itu.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Templates