20.5.11

#5

Mestinya dia bisa membaca dari mataku, betapa aku tak menginginkan perpisahan ini. Lupakah dia jika senja adalah saksi bisu jejak cinta kami yang hangat dan menentramkan? Kenapa perpisahan ini justru disahkannya ketika langit telah bersemburat jingga? Kenapa pengakuan itu dituturkannya saat senja? Ah, tak ada gunanya menyimpan tanya, toh tak akan berjawab. Aku hanya harus melangkahkan kakiku menjejaki pasir pantai. Membiarkan buih air laut menjilat liar kaki telanjangku. Aku hanya harus menghapus aliran air di pipiku, karena meski dibiarkan mengalir pun dia tak akan menemu muara. Aku hanya harus menerima bahwa kisah ini telah berakhir, toh dia juga tak berlari menjajari dan menghentikan langkahku.

 

*****

 

Rasanya, ingin sekali mengelakkan keadaan. Dinding hatiku seperti tergores parang tajam melihat lelehan air di pipinya yang tak mampu kuseka. Aku benar telah melukai hatinya. Melukai kisah yang sudah menahun terangkai bersama. Andaikan ada obat untuk lukamu, yang mampu membuatku tak harus kehilanganmu, tentu akan kupersembahkan untukmu. Berbaliklah. Karena kakiku seperti terpatri oleh salah tak termaafkan, tak mampu mengejarmu. Maafkanlah aku. Berhentilah menjejak langkah di pasir pantai. Jangan tinggalkanku bersama senja yang menyimpan kenangan manis cerita kita.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Templates