8.5.11

Yang Terlewatkan

<div>

“Dalam hidupmu, kesempatan paling berharga apa yang pernah kamu dapetin?” gadis berkulit sawo matang di depanku menatapku dari sudut matanya. Aku angkat bahu dan dibalas dengan kerutan di keningnya hingga nyaris menyatukan alis.

“Almost nothing,” jawaban singkat yang keluar. Kerutan itu berubah jadi pelototan ditambah dengan mulut menganga. Mata bulat itu menatap tak percaya padaku.

“How can?” sekali lagi aku hanya angkat bahu. Gadis yang baru aku kenal setengah jam yang lalu ini geleng-geleng.

“Kalo kamu?”

“Too many,” dia duduk lalu mulai memaparkan beberapa kisah tentang kesempatan. Giliranku geleng-geleng.

Tiba-tiba pintu lift terbuka, seorang dengan seragam biru berdiri di depanku. Lena berdiri dengan wajah sumringah, dia pasti sama leganya denganku yang sudah sejam terkurung dalam kotak besi ini.

“Ketika kamu bisa menghargai apa yang datang padamu, kamu pasti akan bertemu dengan kesempatan,” Lena mengucapkan salam perpisahan sebelum berlalu meninggalkan hotel tempatku menginap. Untuk yang ketiga kalinya aku angkat bahu.

Seminggu berlalu sejak pertemuanku dengan Lena. Gadis laundry itu membuatku susah tidur beberapa malam belakangan karena memikirkannya. Aku seperti tersihir. Wajah dan suaranya berputar-putar di kepalaku.

&nbsp;

*******

&nbsp;

Kakiku melangkah tak seringan biasanya ketika keluar lift, meninggalkan hotel ini. Bukan omelan bunda yang pasti akan kudapatkan karena sejam lebih aku keluar rumah untuk mengantarkan pakaian laundry ke hotel yang memberati pikiranku, tapi karena sebuah kesempatan yang baru saja aku lewatkan.

Sejam terjebak di dalam lift bersama seorang pemuda yang menarik hatiku, bahkan mungkin sudah berhasil mencurinya, dan aku bahkan tak sempat menanyakan dari kota mana dia berasal apalagi nomor handphone-nya. Aku menghentikan langkah, berpikir untuk kembali dan mengambil kembali kesempatan yang mungkin masih tersisa. Tapi, kali ini langkahku terhenti oleh dering ponsel, Bunda sudah memanggil pulang.

“Pak Rizal sudah check out tadi pagi, Mbak,” resepsionis itu telah menyapu bersih kesempatan yang aku harap masih bersisa. Rizal, aku berharap ada kesempatan kedua.

&nbsp;

&nbsp;

</div>
<div><strong>NB: Personal Flash Fiction Competition #1 (Tema: Kesempatan)</strong></div>

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Templates